AHLAN WA SAHLAN

أسـلـم عـلــيـكـم

Alhamdulillah, atas rahmat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, telah memberikan waktu kepada kami untuk dapat menyelesaikan blog ini.

Blog ini kami buat untuk kita dapat mempererat hubungan persaudaraan dan ajang untuk berdiskusi atar sesama Muslim dari manapun organisasinya, harokah maupun non harokah, karena bahwa sesungguhnya sesama Muslim itu adalah bersaudara.

Apabila ada saran dan kritik mengenai blog ini kami sangat berharap.

وسـلـم عـلــيـكـم

Kampanye PKS di GBK 2009

Tuesday, May 26, 2009

Ketika Aktivis Dakwah Jatuh Cinta...

SUATU ketika, dalam majelis koordinasi, seorang akhwat berkata kepada mas'ul dakwahnya, "Akhi, ana gak bisa lagi berinteraksi dengan akh Fulan." Suara akhwat itu bergetar. Nyata sekali ia menekan perasaannya. "Pekan lalu, ikhwan tersebut membuat pengakuan yang membuat ana merasa risi, dan... Afwan, terus terang juga tersinggung." Sesaat kemudian suara dibalik hijab itu timbul tenggelam, "ikhwan itu mengatakan... ia jatuh cinta pada ana."

Mas'ul terbut terkejut, tapi ditekannya getar suaranya. Ia berusaha tetap tenang. "Sabar ukhti, jangan terlalu diambil hati. Mungkin maksudnya tidak seperti yang anti bayangkan,"

Sang mas'ul mencoba menenangkan, terutama untuk dirinya sendiri.

"Afwan... ana tidak menangkap maksud lain dari perkataannya. Ikhwan itu mungkin tidak pernah berfikir dampak perkataannya. Kata-kata itu membuat ana sedikit-banyak merasa gagal menjaga hijab ana, gagal menjaga komitmen, dan menjadi penyebab fitnah. Padahal, ana hanya berusaha menjadi bagian dari perputaran dakwah ini." Sang akhwat kini mulai tersedak terbata.

"Ya sudah... Ana berharap anti tetap istiqomah dengan kenyataan ini, ana tidak ingin kehilangan tim dakwah oleh permasalahan seperti ini." Mas'ul itu membuat keputusan, "ana akan ajak bicara langsung akh Fulan."
Beberapa waktu berlalu, ketika akhirnya Mas'ul tersebut mendatangi Fulan yang bersangkutan. Sang Akh berkata, "Ana memang menyatakan hal tersebut, tapi apakah itu satu kesalahan?"

Sang Mas'ul berusaha menanggapinya searif mungkin. "Ana tidak menyalahkan perasaan antum. Kita semua berhak memiliki perasaan itu. Pertanyaan ana adalah, apakah antum sudah siap ketika menyatakan perasaan itu. Apakah antum mengatakannya dengan orientasi bersih yang menjamin hak-hak saudari antum. Hak perasaan dan hak pembinaannya. Apakah antum menyampaikan ini kepada pembina antum untuk diseriuskan. Apakah antum sudah siap berkeluarga. Apakah antum sudah berusaha menjaga kemungkinan fitnah dari per-nyataan antum, baik terhadap ikhwah lain maupun terhadap dakwah???" Mas'ul tersebut membuat penekanan substansial. "Akhi... bagi kita perasaan itu tidak semurah tayangan sinetron, atau bacaan picisan dalam novel-novel. Bagi kita perasaan itu adalah bagian dari kemuliaan yang Allah tetapkan untuk pejuang dakwah. Perasaan itulah yang melandasi ekspansidakwah dan jaminan kemuliaan Allah SWT Petasaan itulah yang mengeksiskan kita dengan beban berat amanah ini. Maka jagalah perasaan itu tetap suci dan mensucikan".

Cinta Aktivis Dakwah
Bagaimana ketika perasaan itu hadir. Bukankah ia datang tanpa pernah diundang dan dikehendaki?
Jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukanlah perkara sederhana. Dalam konteks dakwah, jatuh cinta adalah gerbang ekspansi pergerakan. Dalam konteks pembinaan, jatuh cinta adalah naik marhalah pembinaan. Dalam konteks keimanan, jatuh cinta adalah bukti ketundukan kepada sunnah Rasulullah saw dan jalan meraih Ridho Allah SWT

Ketika aktivis dakwah jatuh cinta, maka tuntas sudah urusan prioritas cinta. Jelas, Allah, Rasulullah, dan jihad fii sabilillah adalah yang utama. Jika ia ada dalam keadaan tersebut, maka berkahlah perasaannya, berkahlah cintanya, dan berkahlah amal yang terwujud oleh perasaan cinta tersebut. Jika jatuh cintanya tidak dalam kerangka tersebut, maka cinta menjelma menjadi fitnah baginya, fitnah bagi ummat, dan fitnah bagi dakwah. Karenanya jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukan perkara sederhana.

Ketika ikhwan mulai tergetar hatinya terhadap akhwat, dan demikian sebaliknya, ketika itulah cinta 'lain' muncul dalam dirinya. Cinta inilah yang kita bahas kali ini. Yaitu sebuah karunia dari kelembutan hati dan perasaan manusia. Suatu karunia Allah yang membutuhkan bingkai yang jelas. Sebab terlalu banyak pengagung cinta ini yang kemudian menjadi hamba yang tersesat. Bagi aktivis dakwah, cinta lawan jenis, adalah perasaan yang lahir dari tuntutan fitrah, tidak lepas dari kerangka pembinaan dan dakwah. Suatu perasaan produktif'yang dengan indah dikemukakan oleh ibunda Kartini, "...akan lebih banyak lagi yang dapat saya kerjakan untuk bangsa ini, bila saya ada di samping seorang laki-laki yang cakap... lebih banyak kata saya... daripada yang dapat saya usahakan sebagai perempuan yang berdiri sendiri..."

Cinta memiliki dua mata pedang. Satu sisinya adalah rahmat dengan jaminan kesempurnaan agama, dan sisi lainnya adalah gerbang fitnah dan kehidupan yang sengsara. Karenanya jatuh cinta membutuhkan kesiapan dan persiapan. Bagi setiap aktivis dakwah, bertanyalah dahulu kepada diri sendiri, sudah siapkah jatuh cinta.' Jangan sampai kita lupa, bahwa segala sesuatu yang melingkupi diri kita, perkataan, perbuatan, maupun perasaan, adalah bagian dari deklarasi nilai diri sebagai generasi dakwah. Sehingga umat selalu mendapatkan satu hal dari apapun pentas kehidupan kita, yaitu kemuliaan Islam dan kemuliaan kita karena memuliakan Islam.

Deklarasi Cinta
Sekarang adalah saat yang tepat bagi kita untuk mendeklarasikan cinta di atas koridor yang bersih. Jika proses dan seruan dakwah senantiasa mengusung pembenahan kepribadian manusia, maka layaklah kita tempatkan tema cinta dalam tempat utama. Kita sadari kerusakan prilaku generasi hari ini, sebagian besar dilandasi oleh salah tafsir tentang cinta. Terlalu banyak penyimpangan terjadi, karena cinta di dewakan, dan dijadikan kewajaran melakukan pelanggaran. Dan tema tayangan pun mendeklarasikan cinta yang dangkal. Hanya ada cinta untuk sebuah persaingan, sengketa, dan eksploitasi ketujuran manusia. Sementara cinta untuk sebuah kemuliaan, kerja keras dan pengorbanan, serta jembatan jalan ke Surga dan kemuliaan Allah, tidak pernah mendapat tempat di sana.

Sudah cukup banyak pentas kejujuran kita lakukan. Sudah berbilang jumlah pengakuan keutamaan kita, buah dakwah yang kita gagas. Sudah banyak potret keluarga baru dalam masyarakat yang kita tampilkan. Namun berapa banyak deklarasi cinta yang sudah kita nyatakan. Cinta masih menjadi topik 'asing' dalam dakwah kita. Wajah, warna, ekspresi, dan nuansa cinta kita masih terkesan 'misteri'. Pertanyaan sederhana, "Gimana sih, kok kamu bisa nikah dengannya, padahal kan baru kenal. Emang kamu cinta sama dia?", dapat kita jadikan indikator miskinnya kita mengkampanyekan cinta suci dalam dakwah ini.

Pernyataan 'Nikah dulu Baru Pacaran' masih menjadi jargon yang menyimpan pertanyaan misteri, "Bagaimana caranya, emang bisa?". Sangat sulit bagi masyarakat kita untuk mencerna dan memahami logika jargon tersebut. Terutama karena konsumsi informasi media tayangan, bacaan, diskusi, dan interaksi umum, sama sekali bertolak belakang dengan jargon tersebut.

Inilah salah satu alasan penting dan mendesak untuk mengkampanyekan cinta dengan wajah yang berbeda. Memberikan alternatif bagi masyarakat untuk melihat cinta dengan wujud yang baru. Cinta yang lahir sebagai bagian dari penyempurnaan status hamba. Cinta yang diberkahi karena taat kepada Sang Penguasa. Cinta yang menjaga diri dari penyimpangan, penyelewengan, dan perbuatan ingkar terhadap nikmat Allah yang banyak.

Cinta yang berorientasi bukan sekedar jalan berdua, makan, nonton, dan seabrek romantika yang berdiri di atas pengkhianatan terhadap nikmat, rezki, dan amanah yang Allah berikan kepada kita.

Kita ingin lebih dalam menjabarkan kepada masyarakat tentang cinta ini. Sehingga masyarakat tidak hanya mendapatkan hasil akhir keluarga dakwah. Biarkan mereka paham tentang perasaan seorang ikhwan kepada akhwat, tentang perhatian seorang akhwat kepada ikhwan, tentang cinta ikhwan-akhwat, tentang romantika ikhwan-akhwat, dan tentang landasan dan kemana cinta itu bermuara. Inilah agenda topik yang harus lebih banyak di buka dan dibentangkan. Dikenalkan kepada masyarakat berikut mekanisme yang menyettainya. Paling tidak gambaran besar yang menyeluruh dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga mereka bisa mengerti bagaimana proses panjang yang menghasilkan potret keluarga dakwah hari ini.

Epilog
Setiap kita yang mengaku putra putri Islam, setiap kita yang berjanji dalam kafilah dakwah, setiap kita yang mengikrarkan Allahu Ghoyatuna, maka jatuh cinta dipandang sebagai jalan jihad yang menghantarkan diri kepada cita-cita tertinggi, syahid fii sabilillah. Inilah perasaan yang istimewa. Perasaan yang menempatkan kita satu tahap lebih maju. Dengan perasaan ini, kita mengambil jaminan kemuliaan yang ditetapkan Rasulullah. Dengan perasaan ini kita memperluas ruang amanah dakwah kita. Dengan perasaan inilah kita naik marhalah dalam dakwah dan pembinaan.
Betapa Allah sangat memuliakan perasaan cinta orang-orang beriman ini. Dengan cinta itu mereka berpadu dalam dakwah. Dengan cinta itu mereka saling tolong-menolong dalam kebaikan. Dengan cinta itu juga meteka menghiasi bumi dan kehidupan di atasnya. Dengan itu semua Allah berkahi nikmat tersebut dengan lahirnya anak-anak shaleh yang mem-beratkan bumi dengan kalimat Laa ilaaha illallah. Inilah potret cinta yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Jadi... sudah berani Jatuh Cinta...?

Wallahu 'alam. MH

Al-Izzah No. ll/Th. 4/1 - 31 Januari 2005

Selengkapnya...

Thursday, May 14, 2009

PARA KADER BELIA

Para Nabi:

Nabi Ibrahim as: menebas leher paganisme.
Nabi Yusuf as: berjuang menembus tembok istana dan menjadi penguasa adil
sejahtera.
Nabi Musa as: disweeping Firaun sejak bayi. Meruntuhkan tirani besar angkara murka.
Menyatukan kaum yang terpecah belah.
Nabi Isa as: sejak bayi sudah berdakwah. Ketulusan kasih sayangnya mencairkan
kebekuan hati.
Nabi Muhammad as: berhimpun segenap potensi kebaikan.
Nabi-nabi lainnya.

Sahabat Rasulullah Saw:
Ali bin Abi Thalib dibina sejak usia 8 tahun.
Zubair bin Awwam 8 tahun.
Arqam bin Abi Arqam 16 tahun
Ja’far bin Abi Thalib 8 tahun
Shahih Ar Rumy 19 tahun
Zaid bin Haritsah 20 tahun
Saad bin Abi Waqqash 17 tahun
Utsman bin Affan 17 tahun
Usamah bin Zaid masih berusia 18 memimpin pasukan Islam pertama ekspansi keluar
Jazirah Arab.
Dll.

Prestasi generasi pertama diatas: menaklukkan 2 negara adidaya waktu itu: Romawi dan Persia, dan meluaskan wilayah kekuasan Islam hingga kerajaan-kerajaan Syam (Syiria), Mesir, Irak, Afrika Utara , dalam waktu 35 tahun, selama era Khulafaur Rasyidin.

Generasi berikutnya:
Imam ath Thobari, seorang ahli tafsir besar telah hafal Al Qur’an pada usia 7 th dan menjadi Imam pada usia 8 tahun.
Imam Ibnu Taimiyah telah memberikan fatwa pada usia 15 tahun.
Shalahuddin al Ayyubi: mempersatukan kembali seluruh negeri Islam yang tercerai berai mulai dari sungai Eufrat sampai sungai Nil dan mengalahkan kekuatan salib di Hathin pada tahun 1187 M, disusul setahun kemudian menaklukkan Yerusalem/Palestina.
Muhammad Al Fatih Murad: dalam usia 24 tahun memimpin pasukannya menaklukan Konstantinopel pada bulan Mei 1453 M. Suatu penaklukan yang gemilang dan sangat dirindukan setelah gagalnya 6 kali penyerangan sebelumnya selama 800 tahun!

Prestasi masa dinasi Umayyah dan Abbasiyah: berekspansi hingga ke wilayah yang amat luas: membentang ke negeri India dan perbatasan negeri Cina, sedangkan ke arah barat mencapai Andalusia (Spanyol). Benua Asia, India, Eropa, dst.....

Asy-Syahid Hasan Al-Banna 22 tahun: mendirikan gerakan Islam terbesar di dunia,
“Al-Ikhwan al-Muslimun” dimana kini dakwah dan pengaruhnya telah menyebar ke lebih dari 70 negara.
Pemuda-pemuda dan bocah-bocah intifadhah Palestina vs Yahudi Israel.

Kematangan dini itu pun juga tampak pada episode kehidupan yang lebih pribadi : pernikahan dini! Ya, Amru bin Ash, pahlawan Islam yang membebaskan Mesir menikah pada usia 12 tahun. Muhamad Abdul Wahab sang pembaharu Islam menikah pada usia 12 tahun, Ali bin Abi Thalib ra menikah pada usia 16 tahun, dan nama-nama besar lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Aktivis Dakwah Facebook Selengkapnya...

Monday, May 11, 2009

Aktivis dakwah, BERSAUDARALAH!

MAJELIS itu men-jadi tegang. Empat puluhan otang yang memenuhi ruangan kecil itu tercekat membisu. Di hadapan mereka ber¬diri dua orang yang selama ini me¬reka jadikan panutan dalam ber-juang. Keduanya saling tatap de¬ngan mata nanar. Tangan mereka terkepal, seakan ingin menumpah¬kan gumpalan besar dalam dada. Hingga salah satu dari keduanya berkata: "Selama masih ada antum disini, jangan harap ana akan ikut aktif!" Sesaat kemudian, "Brakk!" Pintu ruangan dibanting, seiring kepergiannya. Entah kemana. Dan desahan istighfar berpadu titik air mata serentak membasahi ruangan tersebut.

Di lain tempat lain waktu, tiga anak manusia hangat berdiskusi. Dengan mimik serius, sesekali me¬reka menggoreskan sketsa di papan tulis. Ketiga aktivis Muslim kam¬pus itu seolah sedang membicara¬kan rekayasa sosial politik di kam¬pusnya. Tampak mereka menghi¬tung-hitung kekuatan dan kele¬mahan yang dimiliki, baik lawan maupun kawan. Namun bila ditilik lebih dekat, ternyata mereka ber-bincang untuk menurunkan qiya-dah kampus. Suatu 'tembok insti¬tusi' yang selama ini dirasakan ku¬rang aspiratif terhadap ide-ide kre¬atif mereka.

Di belahan bumi lainnya, anak-anak, laki-laki dan wanita mus-limin panik berlarian. Dengan wa¬jah cemas mereka mencoba me-nyelamatkan diri. Dibelakang, ra¬tusan bahkan ribuan milisi kafir mengejar dan memberondong de¬ngan senjata-senjata mereka. Ru¬mah, masjid dan sekolah dibakar habis. Rata dengan tanah. Hutan dan apa saja yang bisa melindungi mereka menjadi tujuan. Jangan bertanya tentang perlawanan, ka¬rena makanan dan obat-obatan saja belum tentu ada. Saat itu mereka hanya bisa bertanya: "Mataa nashrullah ? Dimana pertolongan Allah 1 Dimana Mujahid-Mujahid Allah ?" Harapan yang tergetar di antara bibir pecah yang kelaparan.

Di sekitar kita, dalam keadaan yang berbeda. Saudara muslim kita tenggelam dalam 'kenikmatan' hidup. Mereka keluar mengumbar kehinaan, dengan sadar, murah, dan tanpa rasa berdosa. Mereka menggadaikan kemuliaan, status penghambaan, dan menjadi agen kampanye nilai-nilai kuffar. Semata karena ketidakpahaman. Mereka mendapatkan defenisi persauda-raannya di sana. "Ah, bodo... kaku kayak begitu mana enak gaulnya. Ke-tinggalan zaman, kuno, suka nggak nyambung kala di ajak ngomong"

Ironis. Di satu sisi ummat ter-jerumus ke dasar lembah kehinaan. Dengan segala kebutaan akan pe¬tunjuk Rabbani, tanpa tersadar kaki-kaki ummat melangkah me¬nuju kebinasaan. Satu milyar umat dimuka bumi ini membutuhkan manusia-manusia penyadar. Manu¬sia yang mampu membangunkan ummat, membukakan matanya dan menyucikan jiwanya. Manusia yang memiliki imunitas akan badai be¬sar jahiliyyah. Manusia yang ber¬tekad mengusung warisan para an-biya, ulama, mujaddid, shiddiqin dan syuhada. Manusia yang menye-lamatkan ummat dari jurang kebo-dohan dan kenistaan.

Namun di sisi lain, hari ini kita dapati manusia-manusia penyadar itu larut dengan ego dan fanatisme masing-masing. Terperosok dalam perdebatan yang memecah belah dengan teramat parah. Seakan lupa bahwa kebenaran hanyalah milik Allah. Bahwa wala' (loyalitas) dan ghayah (tujuan) hanyalah untuk Allah dan Rasul-Nya. Bahwa se¬gala pendapat, uslub dan fikrah merupakan ijtihad yang bisa benar dan bisa salah. Bahwa institusi dak¬wah pemayung amal adalah semata washilah (sarana), bukan ghayah. Bahwa setiap Muslim adalah ber¬saudara dengan segala hak-hak yang telah diamanatkan Allah dan Rasul-Nya. Bahwa perpecahan ha-nyalah akan melemahkan langkah dan mencerai-beraikan barisan.

Sungguh, Allah telah tegas mengingatkan: "Dan taatlah ke¬pada Allah dan Rasul-Nya dan ja¬nganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QSAlAnfal: 16). "

Sungguh Rasulullah saw yang mulia juga mengamanahkan: "Hendaklah kalian menjauhi prasangka, karena prasangka adalah sedusta-dusta perkataan. Janganlah kalian mencari kesalahan orang lain, saling mendengki, memancing emo¬si, dan saling membenci. Akan tetapi jadilah kalian hamba Allah yang berukhuwah!". (HRBukharidari Abu Hurairah ra).

Persaudaraan menjadi kata yang teramat mahal hari ini. Pa¬dahal kata inilah kunci kejayaan kaum Muslimin di masa silam. Kata yang mampu mengeja¬wantahkan aqidah dalam segala dimensinya. Kata yang mampu me-lehur segala kelas sosial. Menyu¬sun ragam suku, bahasa, budaya, negara, politik hingga pemikiran dan rasa menjadi warna-warni mozaik indah beridentitas : ISLAM.

Namun makna persaudaraan itu seakan memudar dalam perja¬lanan penegakan ummat hari ini. Para mujahid-mujahid dakwah ter-petakan dalam batas-batas nisbi dan sulit melebur. Masing-masing menganggap dirinya paling benar dan lainnya adalah kesalahan. Alih-alih merancang kerjasama dalam amal, satu sama lain saling tuding dengan berbagai kepen-tingannya. Bahkan ada yang ber-sumpah untuk merobohkan tan-zhim (tatanan) 'lawannya' dengan segala cara. Masya Allah!!

Ketika menabrak peringatan Ilahiyyah sudah menjadi ketetapan, maka dimata Allah, hilanglah segala amal dakwah yang dikerjakan. Sebesar atau sebanyak apa¬pun pengikut tanzhimnya, sekuat dan sekaya apapun barisannya, semua tidak berarti bahkan menjadi fitnah bagi kaum Muslimin.

Hari ini, benih-benih konflik itu sudah tersebar merata. Di tingkat global, perseteruan antar ja-ma'ah sudah bukan rahasia. Di dalam jama'ah sendiri muncul sentra-sentra kekuatan yang saling intip kelemahan. Di kalangan pergerakan mahasiswa Islam, friksi terjadi antara beberapa LDK (lembaga dakwah kampus) dengan lembaga dakwah ekstra kampus. Padahal hakikatnya mereka dalam tanzhim yang sama.

Di dalam organisasi dakwah kampus, konflik bahkan tafarruq (perpecahan) menggejala dari tingkat universitas hingga jurusan. Muncul dengan subur 'syuro-syuro swasta' menandingi kiprah 'penguasa' yang ada. Tsiqah di satu sisi dan tabayyun di sisi lain menjadi barang langka. Tarik menarik SDM terjadi, hingga sempat muncul istilah 'raja-raja kecil' antar mereka.

Di lembaga dakwah ekstra kampus, konflik memang menjadi keniscayaan. Berangkat dari ber¬bagai latar belakang kampus dan pengalaman, penyatuan visi dan langkah gerak menjadi kerja besar. Namun sungguh tidak layak dan teramat tidak layak bila konflik berujung pada keretakan. Isu tanpa tabayyun dibiarkan menggelin¬ding, menyebabkan tersisihnya sebagian kader inti. Institusi menjadi goyah. Visi mahasiswa sebagai agent of change dan social control berlalu entah kemana. Perubahan masyarakat terabaikan, yang bertahan dan tersisa adalah konflik. Andaikan semuanya dibicarakan dalam koridor saling menasihati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang, maka semua itu tidak akan terjadi.

Bukan hanya itu. Memasuki euphoria partai juga menimbulkan beberapa ekses yang tidak sedap. Terjadi tarik menarik SDM yang tidak sehat. Di tingkat atas hubungan antara dakwah partai dengan dakwah yayasan Islam kurang harmonis!! Di tingkat kelurahan terjadi hal serupa dengan sebuah ikatan remaja masjid. Fenomena yang sangat menyedihkan. Semuanya seakan tidak berada dalam tandzim yang sama. Seakan masing-masing berambisi membesarkan institu¬sinya dengan melupakan visi yang jauh lebih besar dan mulia.

Ada anekdot di kalangan aktivis dakwah menjadi satire dalam permasalahan ini. "Kalau masalah dakwah, semuanya ribut: dari 'jalur' mana mereka? Tapi kalau masalah nikah... nggak ada jalur-jaluran!!" Sementara Allah telah memerintahkan dakwah kepada setiap Muslim, darimanapun dia, jama'ah apapun ia.

Seorang ustadz pernah mengungkapkan kegetirannya: "Akhi, jumlah waria—sebagai representasi ekstrim penyimpangan moral dan sosial di negeri ini ternyata lebih banyak dari jumlah aktivis dakwah Islamnya." Dengan jumlah yang sedikit itu, mampukah kita bertahan menjaga agama Allah bila terus larut dalam perpecahan dan keretakan tak berujung? Maka, wahai para aktivis dakwah : BERSAUDARALAH!

Al-Izzah no.19 th.2/Juli 2001
(group aktivis da'awah facebook)
Selengkapnya...